05 Desember 2011

, , ,

TERIMAKASIH AYAH


Syifa gembira karena pagi ini ayahnya mengatakan akan memberinya sebuah hadiah kejutan, Syifa tak tahan. Ingin segera mengetahuai kejutan yang dimaksud ayahnya itu.       
                “Benarkah? ayah, kejutan apa itu?” tanya Syifa penasaran.
                “Eits, rahasia donk, kalo Syifa tau, nggak jadi kejutan lagi”, goda ayahnya
                “InsyaAllah, nanti siang setelah Syifa sekolah, kejutan itu baru datang,” lanjut ayahnya.
                “Iihh, ayah jangan bercanda donk, beneran nggak sih?”, kata Syifa cemas.
                “Syifa nggak percaya sama ayah ya?....ya udah nggak jadi aja kejutannya…,” goda ayahnya lagi.
                “Iya deh, Syifa percaya, makasih ayah q sayang” kata Syifa sambil tersenyum.
                Ayahnya membalas senyum, berbeda tidak seperti senyum-senyum yang biasanya.
                Ayahnya—Abdullah—tahu benar maksud senyuman anak gadisnya itu. Senyum kegembiraan terlihat dari bola matanya yang lentik, mirip dengan Almarhumah ibundanya. Sejak lahir Syifa hanya dibesarkan oleh ayahnya, ibundanya meninggal akibat pendarahan hebat beberapa saat setelah melahirkan Syifa. Baginya Syifa-lah mutiara hatinya kini.
                Syifa beruntung, dibesarkan oleh ayah yang selalu menyayanginya, dia tidak pernah merasa kesepian jika ayahnya bekerja, sejak kecil Syifa diasuh oleh tante Mawar, adik dari ayahnya yang beberapa bulan lalu melahirkan, Syifa tidak mau merepoti tante yang sangat dia sayangi, terlebih sejak kelahiran putra pertamanya. Rasa tanggung jawab Syifa sudah tertanam di masa pertumbuhannya, dikesehariannya Syifa adalah gadis yang rajin, berprestasi dan taat kepada orang tua dan kokoh imannya. Syifa tumbuh menjadi muslimah yang selalu berserah diri kepada Allah. Bak peribahasa, buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Syifa mewarisi sifat lemah lembut, ramah, sederhana dan berparas cantik dari ibunya. Rajin, tidak mudah putus asa,  optimis dan visioner dari ayahnya. Bagi Syifa, ayahnya adalah harta yang paling berharga.
                Menjelang tengah hari, Syifa tidak sabar ingin segera pulang, disela-sela pelajaran pun Syifa tak henti memikirkan kejutan itu.
                “Pasti kejutan dari ayah sudah ada di rumah,” pikir Syifa disaat perjalanan pulang.
                Sekolah Syifa, SMPIT Insan Mulia, tidak jauh dari rumahnya. Ia selalu pulang dengan berjalan kaki atau berboncengan sepeda dengan temannya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Ayahnya hanya bertugas untuk mengantarkannya sampai didepan sekolah, lalu berangkat bekerja. Ayah Syifa bekerja sebagai supir bus antar kota. Sebagai anak yang sangat pengertian, Syifa tak banyak menuntut kepada ayahnya, Syifa hanya mempunyai satu keinginan yang hanya sekali ia ceritakan kepada ayahnya, yaitu memiliki sebuah sepeda yang ada keranjang didepannya.
                Sesampainya dirumah, Syifa tidak menemukan kejutan yang selalu diidam-idamkannya itu.
                “Mungkin kejutannya dibawa ayah bekerja,” pikir Syifa menenangkan hatinya sendiri.
                “ Kalau begitu, Syifa mau masak sup ayam kesukaan ayah untuk balasan kejutan dari ayah,” pikir Syifa lagi.
                Tak lama kemudian, Syifa telah asyik dengan kegiatan memasaknya. Ditengah-tengah keasyikannya itu bel pintu berbunyi,
                “Assalamualaikum….,” teriak sang tamu
                “Wa’alaikumussalam….” jawab Syifa.
                Setelah mematikan kompor, Syifa berlari menuju pintu, sebuah mobil pick-up berhenti di depan rumah. Dua lelaki mengangkat benda yang dibungkus dengan kain hitam besar dari bak mobil itu dan langsung membawanya masuk kedalam rumah. Syifa heran, bertanya-tanya, tetapi tak ada yang mau menjawab.
                “Ada surat didalamnya dik, adik baca saja, kami hanya mengantarkan,” kata salah satu orang yang membawanya.
                Syifa memandangi benda itu dengan gugup, tapi sangat gembira. Pasti benda ini yang dimaksud ayahnya dengan kejutan. Syifa tak tahan ingin segera tahu benda apa itu. Ia memberanikan diri dan melangkah perlahan mendekatinya. Jantungnya berdebar. Ia memejamkan mata dan mulai menarik kain besar itu, membuka mata, dan terkejut tak kepalang melihat sesuatu yang berkilau : sepeda dengan keranjang didepannya, serta sepucuk surat, mirip kartu ucapan bergambar boneka teddy bear lucu tergantung di pegangan sepeda barunya. Semakin penasaran, Syifa yang tak bisa mengungkapkan kebahagiaan dengan kata-katanya mulai membaca tulisan itu, tak salah itu tulisan ayahnya :

Kepada :
                Mutiara hati Ayah
                “Syifa, maafkan ayah karena baru sekarang ayah bisa membelikan sepeda yang Syifa inginkan. Syifa anak baik, ayah bangga dengan Syifa. Semoga hadiah dari ayah ini bisa berguna untuk Syifa, biar pulang sekolah nggak jalan kaki lagi, biar kalo belanja di warung nggak keberatan lagi. Ayah sangat sayang Syifa.”
                                                                                                                                                Ayah


                Syifa menangis membaca tulisan ayahnya, terharu dan gembira.
                “ Ayah, terimakasih, Syifa juga sangat sayang ayah,” gumam Syifa sambil menyeka air mata harunya.
                Selanjutnya, Syifa memasak dengan penuh semangat, dan berulangkali mengintip sepeda baru yang ada di ruang depan. Ia tak sabar menunggu ayahnya pulang,
                “Sekarang jam 4, InsyaAllah, 1 jam lagi ayah pulang,” gumam Syifa
                Tak sabar ingin meluapkan kebahagiaannya kepada ayahnya, Syifa menunggu di depan jendela, memandangi ujung jalan yang kosong, ia ingin segera melihat ayahnya di ujung jalan sana, pulang menuju rumah. Ia akan segera menyongsongnya dan ingin mengatakan rasa bahagia dan sayangnya kepada sang ayah.
                Syifa gembira ketika melihat tante Mawar datang ke rumahnya, segera Syifa menunggu di teras rumahnya dan ingin membagikan kegembiraannya kepada tante yang sangat disayangnya itu, tapi Syifa merasa heran kenapa tante hanya dengan suaminya om Hakim,
                “Dimana Dito kecil adiknya?. Dan juga kenapa tante gemetar, pucat dan senyumannya tidak sehangat biasanya,” gumam Syifa
                 Tetapi rasa gembiranya mengalahkan semua keherananya, Syifa langsung memeluk tantenya sesaat setelah tantenya turun dari motor.
                “Tante, Syifa dapat kejutan dari ayah, Syifa dapat sepeda baru,” kata Syifa girang
                Tapi tantenya bergeming, diam, seakan menahan beban yang sangat berat di hatinya, air matanya menetes melihat kegembiraan Syifa, Syifa bertambah heran.
                “Tante kok nangis, tante sakit ya?....dimana Dito, kok nggak diajak?” tanya Syifa.
                Tantenya tetap terdiam, malahan semakin deras air mata yang mengalir. Membuat Syifa bertambah binggung.
                “Syifa, ayah Syifa mengalami kecelakaan, sekarang dirawat di rumah sakit, Syifa ikut om sama tante ya, kita ke tempat ayah,” kata om Hakim lembut dan tanpa basa-basi.
                Syifa terdiam, kini ia tau apa yang membuat tantenya menangis, Syifa mengangguk, dan menangis tanpa bersuara, dalam benaknya Syifa berdoa, agar ayahnya diberi kesembuhan agar ia dapat mengungkapkan rasa gembira dan sayangnya terhadap ayahnya. Ia diam selama perjalanan menuju rumah sakit, rasa khawatir, takut, dan bayangan kenangan indah bersama ayahnya berpadu. Menyesakkan.
                Sesampainya di rumah sakit, Syifa dituntun tantenya menuju ruang IGD, bau khas yang ada di rumahsakit menambah getir rasa di hati gadis itu, mencoba kuat, tegar dan selalu beristigfar menenangkan hatinya. Tak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruangan tersebut, dan berbicara sesuatu dengan om Hakim. Tak lama om Hakim menghampiri Syifa dan tante mawar.
                “Syifa harus tabah ya, Syifa harus sabar, pasrahkan semua kepada Allah” kata om Hakim pelan.

0 komentar: